Industri Green Business Memiliki 6 Peluang Emas di Tahun 2025

Bagikan ke

Industri Green Business

Tahun 2025 menandai era baru bagi industri yang berkelanjutan. Di tengah kekhawatiran terhadap perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan permintaan konsumen yang semakin sadar akan pentingnya ekosistem hijau, green business bukan lagi tren semata, melainkan fondasi baru bagi pertumbuhan ekonomi global. Perusahaan yang mampu melihat arah angin ini tidak hanya akan bertahan, tapi juga unggul dalam persaingan. Berikut adalah enam peluang emas dalam industri green business yang siap digarap oleh para pelaku usaha visioner pada tahun 2025.

1. Energi Terbarukan: Lumbung Emas Masa Depan

Di tengah krisis iklim yang makin nyata, energi terbarukan menjadi tumpuan utama untuk mengubah arah industri global menuju keberlanjutan. Tahun 2025 bukan lagi masa transisi, melainkan titik balik besar yang mengukuhkan energi bersih sebagai tulang punggung ekonomi dunia. Peluang bisnis di sektor ini tidak hanya terbuka lebar, tetapi juga sangat menjanjikan dari segi return on investment, inovasi teknologi, hingga dampak sosial dan lingkungan.

Mengapa Energi Terbarukan Menjadi Prioritas Dunia

Krisis energi, tekanan geopolitik, dan target pengurangan emisi karbon telah memaksa negara-negara untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Laporan dari International Energy Agency (IEA) menyebutkan bahwa pada tahun 2025, lebih dari 90% penambahan kapasitas pembangkit listrik global berasal dari sumber energi terbarukan seperti matahari, angin, dan biomassa. Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, Brasil, hingga India bahkan mulai menyalip negara maju dalam hal adopsi energi hijau, berkat biaya teknologi yang semakin terjangkau.

Jenis-Jenis Energi Terbarukan yang Paling Potensial

  1. Energi Surya (Solar Energy)
    Panel surya kini bukan hanya menghiasi atap-atap rumah, tetapi juga menjadi bagian dari infrastruktur industri, sekolah, rumah sakit, hingga fasilitas publik. Biaya instalasi solar panel menurun drastis hingga 80% dalam 10 tahun terakhir, menjadikannya investasi yang sangat menarik. Di Indonesia, yang memiliki rata-rata penyinaran matahari hingga 4,8 kWh/m² per hari, potensi energi surya bisa menyuplai kebutuhan listrik nasional secara signifikan jika dioptimalkan.
  2. Energi Angin (Wind Energy)
    Di wilayah pesisir dan dataran tinggi, angin menjadi sumber energi yang sangat stabil. Turbin angin modern kini dilengkapi dengan sensor pintar dan algoritma prediksi cuaca untuk memaksimalkan produksi listrik. Negara seperti Denmark, Jerman, dan India telah mengandalkan energi angin sebagai sumber utama mereka. Untuk Indonesia, wilayah seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan pesisir selatan Jawa menawarkan potensi besar untuk pengembangan wind farm.
  3. Bioenergi dan Biomassa
    Sumber energi ini berasal dari limbah pertanian, kotoran ternak, sisa makanan, hingga limbah industri. Bioenergi sangat cocok untuk wilayah agraris seperti Indonesia karena mendukung konsep zero waste dan efisiensi sumber daya lokal. Penggunaan biogas di peternakan, pembangkit listrik berbahan bakar sekam padi, hingga biodiesel dari kelapa sawit dan minyak jelantah menjadi contoh nyata penerapannya.
  4. Energi Panas Bumi (Geothermal)
    Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia. Namun, baru sebagian kecil yang telah dimanfaatkan. Tahun 2025 menjadi momen penting untuk mempercepat pengembangan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) karena kestabilannya sangat cocok sebagai base load (pasokan dasar) listrik, yang tidak tergantung pada cuaca seperti surya dan angin.
Baca Juga : https://www.nestle.co.id/kisah/pengertian-dan-jenis-energi-terbarukan

Peluang Bisnis di Ekosistem Energi Terbarukan

Peluang emas dalam sektor ini tidak hanya terbatas pada pembangunan pembangkit. Berikut beberapa sektor turunan dan pendukung yang sangat potensial dikembangkan:

  • Penyediaan Teknologi dan Infrastruktur
    Termasuk produsen panel surya, inverter, baterai penyimpan energi (storage), sistem kontrol cerdas berbasis IoT, serta software pengelolaan energi.
  • Perawatan dan Operasional (Operation & Maintenance)
    Panel surya dan turbin angin memerlukan monitoring berkala, pembersihan otomatis, dan predictive maintenance menggunakan AI. Bisnis O&M menjadi pasar besar dengan kontrak jangka panjang.
  • Sewa Energi dan Model Pembiayaan
    Banyak perusahaan kini menawarkan skema solar leasing atau pay-as-you-go, yang memungkinkan pelanggan menikmati listrik surya tanpa investasi awal yang besar. Model ini menciptakan peluang bagi startup fintech dan pembiayaan hijau (green finance).
  • Konsultan dan Sertifikasi
    Seiring meningkatnya standar emisi dan insentif energi hijau dari pemerintah maupun lembaga internasional, kebutuhan akan jasa konsultan perencanaan, legalitas, hingga audit energi menjadi sangat penting.
  • Pendidikan dan Pelatihan Teknis
    Indonesia dan negara berkembang lainnya masih kekurangan teknisi dan tenaga ahli dalam bidang energi bersih. Mendirikan lembaga pelatihan bersertifikat, baik offline maupun digital, menjadi peluang strategis untuk mendukung pertumbuhan sektor ini.

Pendorong Utama Adopsi Energi Terbarukan

  • Dukungan Regulasi dan Insentif Pemerintah
    Pemerintah Indonesia menargetkan 23% energi dari EBT (Energi Baru dan Terbarukan) pada tahun 2025. Insentif berupa feed-in tariff, tax holiday, dan kemudahan perizinan mulai diberlakukan, menciptakan ekosistem yang lebih ramah bagi investor.
  • Pendanaan dari Lembaga Internasional dan ESG Fund
    Banyak lembaga seperti World Bank, ADB, hingga dana hijau swasta yang menyediakan pendanaan murah atau hibah untuk proyek energi bersih. Investor juga semakin memprioritaskan perusahaan dengan jejak karbon rendah dan portofolio energi hijau.
  • Kesadaran Konsumen dan Korporasi
    Konsumen semakin memilih layanan dan produk dari perusahaan yang menerapkan prinsip keberlanjutan. Korporasi global pun berlomba menurunkan emisi, mendorong demand untuk sistem energi terbarukan dalam rantai pasok mereka.

Tantangan yang Masih Harus Diatasi

Meski peluang besar terbuka, sektor ini tetap menghadapi sejumlah tantangan. Biaya awal yang masih tinggi untuk beberapa jenis pembangkit, keterbatasan infrastruktur transmisi di daerah terpencil, hingga kurangnya tenaga ahli lokal menjadi hambatan yang perlu ditangani bersama oleh pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.

Selain itu, koordinasi antara sektor publik dan swasta dalam penyediaan data, perizinan, serta insentif harus ditingkatkan. Tanpa kebijakan yang konsisten dan dukungan lintas sektor, pertumbuhan energi terbarukan bisa tersendat atau tidak mencapai potensi maksimalnya.

2. Pertanian Berkelanjutan dan Agroteknologi

Di tengah meningkatnya jumlah penduduk dunia, krisis iklim, dan degradasi lahan, pertanian berkelanjutan menjadi kunci utama untuk menjawab tantangan ketahanan pangan global. Namun, pertanian modern hari ini bukan lagi sekadar menanam dan memanen. Dengan hadirnya agroteknologi, sektor ini bertransformasi menjadi industri berbasis data, efisiensi, dan inovasi. Tahun 2025 menandai era baru di mana pertanian tidak hanya menjadi tulang punggung ekonomi, tetapi juga pusat pengembangan teknologi canggih.

Mengapa Pertanian Berkelanjutan Menjadi Urgen

Isu seperti perubahan iklim, kekurangan air bersih, penggunaan pupuk kimia berlebihan, serta konversi lahan pertanian ke sektor industri dan pemukiman membuat produksi pangan global semakin terancam. Organisasi Pangan Dunia (FAO) mencatat bahwa lebih dari 30% lahan subur dunia mengalami degradasi serius. Jika tidak ada solusi radikal, krisis pangan besar dapat terjadi pada dekade ini. Di sinilah pertanian berkelanjutan hadir sebagai penyelamat.

Prinsip utamanya adalah memproduksi pangan dalam jumlah cukup tanpa merusak lingkungan dan sumber daya alam. Lebih dari itu, pendekatan ini juga menciptakan sistem pertanian yang inklusif secara sosial dan menguntungkan secara ekonomi.

Agroteknologi: Transformasi Digital di Dunia Pertanian

Agroteknologi (agricultural technology) merupakan penerapan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi, hasil, dan keberlanjutan dalam pertanian. Tahun 2025 akan menyaksikan booming-nya startup dan proyek inovatif yang menggabungkan teknologi seperti AI, IoT, big data, hingga drone ke dalam kegiatan pertanian sehari-hari. Berikut beberapa teknologi yang mendominasi tren ini:

  1. Pertanian Presisi (Precision Farming)
    Teknologi ini memungkinkan petani mengelola lahan berdasarkan data mikro seperti kadar kelembaban tanah, tingkat pH, hingga kebutuhan nutrisi tiap zona tanam. Sensor yang tertanam di tanah mengirimkan data real-time ke dashboard digital, memungkinkan petani menyiram, memupuk, dan memanen secara tepat sasaran. Hasilnya? Produktivitas meningkat hingga 30%, dan penggunaan air serta pupuk bisa ditekan lebih dari 40%.
  2. Penggunaan Drone dan Citra Satelit
    Drone kini bukan hanya alat fotografi, tetapi alat bantu vital dalam pertanian. Dengan kamera multispektral, drone mampu memantau kesehatan tanaman, mendeteksi serangan hama dini, hingga menyemprotkan pestisida secara selektif. Citra satelit juga membantu dalam pemetaan lahan dan perencanaan rotasi tanaman berbasis iklim.
  3. IoT dan Otomatisasi
    Internet of Things (IoT) memungkinkan semua perangkat pertanian — dari pompa air, sistem irigasi, hingga green house — dikendalikan dari jarak jauh lewat smartphone. Dengan otomatisasi ini, petani dapat mengatur jadwal penyiraman, memantau suhu, dan mengontrol kadar CO₂ dalam rumah kaca secara efisien.
  4. AI dan Prediksi Panen
    Artificial Intelligence digunakan untuk menganalisis data cuaca, pola hama, hingga harga pasar guna memberikan rekomendasi waktu tanam terbaik dan strategi penjualan. Bahkan beberapa sistem AI mampu mengenali gejala penyakit tanaman melalui kamera ponsel, memberikan diagnosa, dan solusi pengobatan langsung.
  5. Vertikal Farming dan Urban Farming
    Lahan terbatas di kota-kota besar bukan lagi hambatan untuk bertani. Vertikal farming memanfaatkan ruangan bertingkat, lampu LED, dan sistem hidroponik otomatis untuk memproduksi sayuran segar di tengah perkotaan. Urban farming juga membuka peluang bisnis baru di sektor agrikultur perkotaan yang sebelumnya terabaikan.

Dampak Ekonomi dan Bisnis dari Agroteknologi

Bisnis berbasis pertanian tidak lagi identik dengan pekerjaan manual dan hasil kecil. Agroteknologi membuka peluang investasi besar di berbagai bidang:

  • Startup dan Platform Digital
    Banyak startup kini mengembangkan aplikasi yang menghubungkan petani dengan pasar, memberikan akses pembiayaan mikro, hingga pelatihan berbasis video interaktif. Platform ini menciptakan ekosistem pertanian yang lebih inklusif dan modern.
  • Industri Perangkat Pertanian Pintar
    Permintaan terhadap sensor tanah, drone pertanian, dan mesin tanam otomatis diprediksi melonjak tajam. Perusahaan yang mampu menyediakan perangkat murah, tahan lama, dan mudah dioperasikan akan menjadi pemain kunci di pasar ini.
  • Edukasi dan Inovasi Komunitas
    Kebutuhan akan pelatihan teknologi bagi petani mendorong munculnya sekolah pertanian digital, komunitas belajar online, hingga inkubator agrotech berbasis desa. Model ini tidak hanya menciptakan pendapatan, tetapi juga membangun ekonomi lokal yang mandiri.
  • Green Financing dan Impact Investment
    Investor global semakin tertarik pada proyek pertanian berkelanjutan karena dianggap sebagai investasi berdampak tinggi (impact investment). Program CSR dan ESG dari perusahaan besar juga mulai diarahkan untuk mendukung transformasi ini.

Tantangan dan Strategi Pengembangan

Namun, perubahan tidak terjadi tanpa tantangan. Beberapa kendala utama di sektor ini meliputi:

  • Minimnya literasi teknologi di kalangan petani tradisional
  • Keterbatasan infrastruktur digital di daerah terpencil
  • Biaya awal investasi perangkat agroteknologi yang relatif tinggi
  • Kurangnya sinergi antara pemerintah, swasta, dan akademisi

Strateginya? Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur digital di pedesaan dan memberikan insentif untuk adopsi teknologi hijau. Sektor swasta harus aktif menciptakan solusi yang tidak hanya canggih, tapi juga murah dan mudah digunakan. Sementara itu, lembaga pendidikan dan komunitas lokal berperan besar dalam mendampingi proses transformasi ini.

3. Daur Ulang dan Ekonomi Sirkular

Ketika dunia semakin dihantui oleh krisis iklim, polusi plastik, dan limbah industri yang tidak terkendali, pendekatan ekonomi linear — ambil, pakai, buang — tidak lagi relevan. Tahun 2025 menjadi titik balik besar di mana bisnis mulai berpaling ke model ekonomi sirkular, sebuah pendekatan revolusioner yang menempatkan daur ulang, penggunaan ulang, dan regenerasi sebagai jantung aktivitas ekonomi. Model ini tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga membuka jalan baru untuk inovasi, efisiensi biaya, dan loyalitas konsumen jangka panjang.

Apa Itu Ekonomi Sirkular?

Ekonomi sirkular adalah sistem ekonomi yang dirancang untuk menghilangkan limbah dan terus menggunakan sumber daya. Konsep ini meniru sistem alami: tidak ada “limbah”, karena setiap hasil akhir dari satu proses akan menjadi bahan baku untuk proses lainnya.

Dalam praktiknya, ekonomi sirkular mencakup berbagai pendekatan, seperti:

  • Desain produk yang mudah dibongkar dan diperbaiki
  • Pemanfaatan kembali bahan mentah dari produk bekas
  • Model bisnis berbasis sewa atau berbagi (sharing economy)
  • Sistem insentif untuk pengembalian produk habis pakai
  • Daur ulang material secara industri untuk menciptakan produk baru

Mengapa Daur Ulang dan Ekonomi Sirkular Menjadi Peluang Emas?

Karena konsumen 2025 semakin sadar lingkungan dan regulasi global semakin ketat terhadap limbah industri, bisnis yang tidak menerapkan prinsip circular economy akan tertinggal. Sebaliknya, mereka yang memimpin transformasi ini akan mendapatkan sejumlah keuntungan strategis:

  1. Efisiensi Biaya Jangka Panjang
    Menggunakan kembali material berarti mengurangi ketergantungan pada bahan mentah baru yang harganya terus naik. Misalnya, aluminium daur ulang hanya membutuhkan 5% energi dibandingkan produksi dari bahan mentah. Selain itu, daur ulang mengurangi biaya pembuangan limbah dan transportasi.
  2. Citra Merek yang Lebih Kuat
    Konsumen modern tidak hanya membeli produk, mereka membeli nilai dan dampak sosial. Brand yang mengedepankan zero waste, daur ulang kemasan, atau program pengembalian produk bekas, dinilai lebih bertanggung jawab dan mendapatkan kepercayaan lebih tinggi dari pasar, terutama generasi milenial dan Gen Z.
  3. Akses pada Dana dan Insentif Hijau
    Banyak investor kini mensyaratkan keberlanjutan sebagai syarat utama pendanaan. Pemerintah dan lembaga keuangan global juga menyediakan insentif pajak, hibah, atau akses kredit lunak bagi perusahaan yang menerapkan prinsip circular economy.
  4. Ketahanan Rantai Pasok
    Di tengah ketidakpastian geopolitik dan kelangkaan bahan baku global, model sirkular memberi perusahaan kontrol lebih besar atas rantai nilai mereka sendiri. Misalnya, perusahaan fashion yang menggunakan bahan tekstil dari pakaian bekas akan lebih tahan terhadap fluktuasi harga kapas global.
  5. Peluang Produk dan Model Bisnis Baru
    Dari industri teknologi, otomotif, hingga mode, ekonomi sirkular mendorong munculnya berbagai model baru: produk refurbished, model subscription (berlangganan), hingga jasa reparasi sebagai lini bisnis utama. Semua ini membuka ruang pertumbuhan yang sebelumnya tidak terpikirkan.

Contoh Implementasi Ekonomi Sirkular

  1. Industri Fashion
    Brand seperti Patagonia dan H&M telah mulai mengimplementasikan program “take-back”, di mana pelanggan mengembalikan pakaian lama mereka untuk didaur ulang menjadi produk baru. Bahkan beberapa startup menggunakan bahan seperti botol plastik laut atau jaring ikan bekas sebagai bahan dasar pakaian.
  2. Industri Elektronik
    Banyak perusahaan teknologi kini menjual produk rekondisi (refurbished) dengan garansi resmi. Apple, misalnya, telah memulai proses daur ulang iPhone untuk mengambil kembali komponen berharga seperti lithium, emas, dan kobalt.
  3. Konstruksi dan Bangunan
    Di sektor properti, konsep “modular building” memungkinkan bangunan dibongkar dan komponennya digunakan kembali untuk proyek lain. Ini mengurangi limbah konstruksi yang biasanya menjadi salah satu penyumbang terbesar pencemaran.
  4. Makanan dan Minuman
    Startup agritech mulai menggunakan limbah pangan — seperti ampas kopi, kulit buah, atau sisa biji-bijian — untuk memproduksi makanan baru, pupuk organik, atau energi biofuel.

Tantangan dalam Menerapkan Ekonomi Sirkular

Tentu saja, penerapan ekonomi sirkular bukan tanpa hambatan. Tantangan yang kerap dihadapi bisnis antara lain:

  • Biaya awal investasi yang tinggi, misalnya untuk membangun sistem pengumpulan limbah internal atau proses produksi ulang.
  • Kurangnya infrastruktur daur ulang, terutama di negara berkembang.
  • Keterbatasan regulasi yang mendukung, di mana kebijakan belum sepenuhnya mendorong daur ulang atau penggunaan kembali.
  • Kebiasaan konsumen yang belum sepenuhnya teredukasi, sehingga masih lebih memilih produk sekali pakai atau produk baru.

Namun, semua tantangan tersebut bisa diatasi dengan kolaborasi lintas sektor — antara pemerintah, sektor swasta, komunitas, dan konsumen.

Strategi Bisnis untuk Menyukseskan Ekonomi Sirkular

Strategi Ampuh untuk Menaklukkan Pasar Digital di 2025

Gunakan Teknologi untuk Tracking dan Monitoring
Gunakan blockchain atau teknologi smart label untuk melacak siklus hidup produk dari produksi hingga pemulihan bahan.

Integrasi Circular Thinking Sejak Desain Produk
Pastikan produk didesain untuk mudah dibongkar, diperbaiki, dan digunakan ulang. Gunakan material yang bisa didaur ulang tanpa kehilangan kualitas.

Bangun Ekosistem Kolaboratif
Gandeng pihak ketiga seperti startup daur ulang, bank sampah, atau komunitas lingkungan untuk menciptakan rantai pasok sirkular.

Edukasi Konsumen dan Insentif Perilaku
Buat program insentif untuk pengembalian produk atau partisipasi dalam program hijau. Edukasi mereka tentang pentingnya daur ulang lewat kampanye berkelanjutan.

4. Bangunan Hijau dan Desain Berkelanjutan

Industri konstruksi termasuk salah satu penyumbang emisi karbon terbesar. Oleh karena itu, transformasi ke arah bangunan hijau (green building) menjadi sangat penting. Di tahun 2025, tren pembangunan mengarah ke desain arsitektur yang hemat energi, penggunaan material ramah lingkungan, dan sistem pengelolaan air serta limbah yang efisien.

Peluang bisnis terbuka lebar untuk kontraktor, konsultan arsitektur, pengembang properti, serta pemasok bahan bangunan seperti cat berbahan dasar air, panel surya atap, jendela hemat energi, dan sistem pendingin berbasis ventilasi alami. Selain bangunan baru, retrofit atau renovasi bangunan lama menjadi lebih ramah lingkungan juga menjadi pasar yang menjanjikan.

Konsumen perumahan menengah atas semakin sadar akan manfaat hunian sehat dan efisien secara energi. Di sisi lain, proyek skala besar seperti gedung perkantoran, rumah sakit, sekolah, dan pusat perbelanjaan juga mulai diwajibkan menerapkan standar hijau oleh regulasi pemerintah dan lembaga keuangan yang memberi pendanaan berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance).

5. Transportasi Ramah Lingkungan

Industri transportasi menghadapi tekanan besar untuk mengurangi emisi, dan pada tahun 2025, kendaraan listrik (EV) bukan lagi hal eksklusif. Infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya, sistem manajemen baterai, dan kendaraan listrik roda dua menjadi area yang sangat potensial untuk dikembangkan. Selain itu, transportasi berbasis energi terbarukan di sektor logistik dan angkutan umum juga mulai tumbuh.

Peluang bisnis lainnya termasuk konversi kendaraan lama menjadi listrik, penyediaan aplikasi ride-sharing berbasis EV, hingga inovasi di sektor transportasi laut dan udara berbasis biofuel. Para pemain baru dapat mengambil peran dalam pengembangan teknologi, manufaktur komponen, hingga edukasi dan pelatihan teknisi EV.

Pasar ini mendapat dorongan besar dari kebijakan insentif, baik dalam bentuk subsidi pembelian EV, potongan pajak untuk perusahaan transportasi ramah lingkungan, hingga kemudahan impor komponen. Dengan nilai pasar kendaraan listrik global yang diperkirakan mencapai triliunan dolar, pelaku bisnis yang bergerak cepat akan mendapatkan bagian terbesar dari peluang ini.

6. Produk Konsumen Ramah Lingkungan

Konsumen tahun 2025 tidak hanya membeli produk berdasarkan harga dan kualitas, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Oleh karena itu, produk-produk seperti sabun bebas fosfat, kemasan biodegradable, pakaian dari serat organik, dan alat rumah tangga hemat energi mengalami lonjakan permintaan.

Industri FMCG (Fast Moving Consumer Goods) dan retail harus segera menyesuaikan lini produknya. Startup yang mampu menghadirkan produk alternatif dengan klaim keberlanjutan yang terverifikasi memiliki peluang untuk memenangkan loyalitas konsumen, terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang merupakan mayoritas konsumen online.

Label sertifikasi lingkungan seperti Ecolabel, Vegan Certified, dan Carbon Neutral menjadi faktor pembeda yang penting dalam keputusan pembelian. Selain itu, kemasan ulang (refillable packaging) dan sistem berlangganan produk ramah lingkungan semakin populer di e-commerce. Peluang besar juga terbuka di sektor B2B, di mana perusahaan besar mencari pemasok produk berkelanjutan sebagai bagian dari komitmen ESG mereka.

Kesimpulan

Industri green business pada tahun 2025 bukan hanya tentang menyelamatkan planet, tetapi juga tentang menciptakan model bisnis masa depan yang lebih tangguh, inovatif, dan menguntungkan. Enam peluang emas yang telah dijelaskan—mulai dari energi terbarukan hingga produk konsumen ramah lingkungan—menawarkan potensi besar bagi para pelaku usaha untuk bertumbuh dalam sistem ekonomi baru yang menghargai keberlanjutan. Siapa pun yang siap berinovasi dan berpikir jangka panjang akan memiliki posisi strategis dalam peta bisnis global yang sedang berubah cepat ini.

Jangan Lupa Menggunakan AutoKirim, Klik Disini 

Bagikan ke